Sabtu, 20 Februari 2010

Meneliti orangutan

Ketertarikan Kinari melakukan konservasi hutan di kawasan TNGP berawal dari peran yang disandangnya sebagai peneliti Universitas Harvard. Ia datang ke Indonesia dan meneliti keberadaan orangutan (Pongo pygmaues wurmbii) di TNGP pada 1993. Topik penelitiannya adalah ”Kepentingan Orangutan untuk Semua Ekologi di Hutan”.

Dari penelitiannya itu, ia menyimpulkan, jika orangutan punah, banyak pohon juga akan punah karena persebaran beberapa biji dan penyerbukannya dibantu orangutan. Ada rantai kehidupan di hutan yang akan putus jika orangutan punah.

Meski mengetahui kelestarian orangutan penting bagi kelestarian hutan, ada pengalaman yang membuat dia berpikir bahwa kualitas hidup masyarakat sekitar hutan juga penting bagi kelestarian hutan. Untuk yang satu ini, dia berterima kasih kepada Pak Tadin, warga setempat yang membukakan mata hatinya lewat ”pengalaman tragis” di hutan.

Suatu ketika Kinari masuk hutan dan Tadin membukakan jalan untuknya dengan sebilah parang. Telapak tangan kanan Tadin terluka oleh sabetan parangnya sendiri. Ia tak menduga, Tadin yang bertubuh besar dan piawai menjelajah hutan justru berteriak histeris seolah-olah hampir mati. Padahal ia tahu, hanya dengan membersihkan luka, memberinya antibiotik, dan menutup luka itu sudah bisa menyembuhkan luka Tadin.

Usut punya usut, minimnya pemahaman Tadin tentang kesehatan dan sarana kesehatan di wilayah itu membentuk pola pikir Tadin bahwa luka bisa membuat dia mati. Dari pengalaman itulah, tahun 1998 Kinari memutuskan kembali ke AS dan melanjutkan pendidikan kedokteran di Universitas Yale.

Selama menjalani pendidikan itu, ia sempat kembali ke Indonesia menjadi relawan, membantu penanganan korban tsunami di Aceh. Setelah lulus, panggilan hati kembali membawa dia ke Indonesia.

Bersama dokter gigi Hotlin Ompusunggu dan dokter Romi Beginta, keduanya dari Indonesia, serta sejumlah dokter dan tenaga medis, Juli 2007 ia mendirikan Klinik Asri. Kinari tak secara langsung menangani pasien, tetapi lebih menempatkan diri sebagai teman berdiskusi bagi para dokter dari Indonesia.

”Pendanaannya 40 persen dari hibah dan 60 persen dari donatur perorangan di luar negeri,” kata Hotlin.

Untuk mendapatkan donasi guna membiayai klinik, acap kali Kinari dan Hotlin pergi ke sejumlah tempat di AS dan mempresentasikan programnya. Sejumlah kerajinan anyaman tradisional yang diperoleh dari pembayaran masyarakat juga dijual ke luar negeri dan sangat diminati.

Setelah dua tahun berjalan, Klinik Asri melayani lebih dari 7.000 pasien, atau sehari sekitar 30 pasien. Setiap rekam medis pasien disimpan dalam bentuk dokumen dan di komputer, lengkap dengan data diri dan foto pasien.

Pelayanan kesehatan yang diberikan juga semakin lengkap. Ada pelayanan kesehatan umum, kesehatan gigi, persalinan, laboratorium, rawat inap, dan apotek. Dengan 3 dokter dan 22 staf medis, Klinik Asri juga memberi pelayanan panggilan 24 jam.

Klinik Asri juga bekerja sama dengan sejumlah lembaga, seperti Lions Club dalam membagikan 1.000 kacamata. Klinik pun berupaya memberdayakan masyarakat dengan merekrut dan melatih para ibu menjadi relawan pemantau pasien tuberkulosis dan membagikan obat cacing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar